Rabu, 11 Januari 2017

Tafsir Ali Imran Ayat 165-175


Ayat 165-168: Peristiwa pada perang Uhud, hikmahnya, dan petunjuk bagi kaum mukmin tentang penyakit hati serta obatnya, dan beberapa sifat orang-orang munafik
أَوَلَمَّا أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَدْ أَصَبْتُمْ مِثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّى هَذَا قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (١٦٥)  وَمَا أَصَابَكُمْ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ فَبِإِذْنِ اللَّهِ وَلِيَعْلَمَ الْمُؤْمِنِينَ          (١٦٦) وَلِيَعْلَمَ الَّذِينَ نَافَقُوا وَقِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا قَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَوِ ادْفَعُوا قَالُوا لَوْ نَعْلَمُ قِتَالا لاتَّبَعْنَاكُمْ هُمْ لِلْكُفْرِ يَوْمَئِذٍ أَقْرَبُ مِنْهُمْ لِلإيمَانِ يَقُولُونَ بِأَفْواهِهِمْ مَا لَيْسَ فِي قُلُوبِهِمْ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا يَكْتُمُونَ (١٦٧) الَّذِينَ قَالُوا لإخْوَانِهِمْ وَقَعَدُوا لَوْ أَطَاعُونَا مَا قُتِلُوا قُلْ فَادْرَءُوا عَنْ أَنْفُسِكُمُ الْمَوْتَ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (١٦٨
Terjemah Surat Ali Imran Ayat 165-168
165.[1] Dan mengapa kamu (heran) ketika ditimpa musibah (kekalahan pada Perang Uhud)[2], padahal kamu telah menimpakan musibah dua kali lipat (kepada musuh-musuhmu pada Perang Badar)[3], kamu berkata, "Dari mana datangnya (kekalahan) ini?" Katakanlah, "Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri". Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu[4].
166. Dan apa yang menimpa kamu[5] ketika terjadi pertemuan (pertempuran) antara dua pasukan[6] itu adalah dengan izin (takdir) Allah[7], dan agar Allah mengetahui secara jelas siapa orang-orang yang beriman.
 
167. Dan agar Allah mengetahui secara jelas siapa orang-orang yang munafik. Kepada mereka dikatakan[8], "Marilah berperang di jalan Allah atau pertahankanlah (dirimu)[9]". Mereka berkata, "Sekiranya kami mengetahui bagaimana cara berperang, tentulah kami mengikuti kamu"[10]. Mereka pada hari itu lebih dekat kepada kekafiran daripada keimanan[11]. Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak sesuai dengan isi hatinya[12]. Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan[13].
168. (Mereka itu) adalah orang-orang yang berkata kepada saudara-saudaranya dan mereka tidak turut pergi berperang[14], "Sekiranya mereka[15] mengikuti kita, tentulah mereka tidak terbunuh." Katakanlah, "Cegahlah kematian itu dari dirimu, jika kamu orang-orang yang benar.”
Ayat 169-175: Keutamaan syahid di jalan Allah, pahala orang-orang yang mati syahid, membicarakan tentang perang Hamra’ul Asad dan sikap kaum mukmin dalam perang tersebut
وَلا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ (١٦٩) فَرِحِينَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَيَسْتَبْشِرُونَ بِالَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا بِهِمْ مِنْ خَلْفِهِمْ أَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ (١٧٠)يَسْتَبْشِرُونَ بِنِعْمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَفَضْلٍ وَأَنَّ اللَّهَ لا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُؤْمِنِينَ      (١٧١) الَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِلَّهِ وَالرَّسُولِ مِنْ بَعْدِ مَا أَصَابَهُمُ الْقَرْحُ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا مِنْهُمْ وَاتَّقَوْا أَجْرٌ عَظِيمٌ (١٧٢) الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ (١٧٣) فَانْقَلَبُوا بِنِعْمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَفَضْلٍ لَمْ يَمْسَسْهُمْ سُوءٌ وَاتَّبَعُوا رِضْوَانَ اللَّهِ وَاللَّهُ ذُو فَضْلٍ عَظِيمٍ (١٧٤) إِنَّمَا ذَلِكُمُ الشَّيْطَانُ يُخَوِّفُ أَوْلِيَاءَهُ فَلا تَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ  (١٧٥)
Terjemah Surat Ali Imran Ayat 169-175
169.[16] Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah[17] itu mati[18]; sebenarnya mereka itu hidup[19] di sisi Tuhannya[20] dengan mendapat rezeki.
170. Mereka bergembira dengan karunia yang diberikan Allah kepadanya[21], dan bergirang hati terhadap orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka[22], bahwa tidak ada kekhawatiran bagi mereka dan mereka tidak bersedih hati.
171. Mereka bergirang hati dengan nikmat[23] dan karunia[24] dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman[25].
172. (yaitu) orang-orang yang menaati perintah Allah dan Rasul-Nya setelah mereka mendapat luka (dalam Perang Uhud). Orang-orang yang berbuat kebaikan dan bertakwa di antara mereka mendapat pahala yang besar[26].
173. (yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan, "Sesungguhnya orang-orang[27] telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka", ternyata ucapan itu menambah (kuat) iman mereka dan mereka menjawab, "Cukuplah Allah menjadi penolong bagi kami dan Dia adalah sebaik-baik Pelindung".
174. Maka mereka pulang dengan membawa nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa dan mereka mengikuti keridhaan Allah. Allah mempunyai karunia yang besar[28].
175. Sesungguhnya mereka hanyalah setan yang menakut-nakuti (kamu) dengan teman-teman setianya (orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku[29], jika kamu orang-orang yang beriman.

[1] Ayat ini merupakan hiburan dari Allah kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin, ketika mereka tertimpa musibah kekalahan dalam Perang Uhud. Imam Ahmad meriwayatkan dari Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu ia berkata, "Ketika akan terjadi perang Badar, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memperhatikan para sahabatnya yang jumlahnya tiga ratus orang lebih, dan memperhatikan kaum musyrik yang jumlahnya seribu orang lebih. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menghadap ke kiblat dan mengangkat tangannya yang ketika itu selendang dan kain berada di pundaknya, Beliau berdoa, "Ya Allah, manakah janji yang Engkau janjikan. Ya Allah, penuhilah janji Engkau kepadaku. Ya Allah, sesungguhnya jika Engkau membinasakan rombongan kaum muslimin ini, maka Engkau tidak akan disembah lagi di bumi." Beliau senantiasa memohon kepada Tuhannya Azza wa Jalla dan berdoa sampai selendangnya jatuh, lalu Abu Bakar datang dan mengambilkan selendangnya kemudian menaruh kembali, lalu memeluknya dari belakang. Kemudian Abu Bakar berkata, "Wahai Nabi Allah, cukuplah permohonanmu kepada Tuhanmu, Dia akan memenuhi janji-Nya kepadamu." Ketika itulah Allah menurunkan ayat, "(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: "Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu Malaikat yang datang berturut-turut." (Al Anfaal: 9) Ketika pasukan bertemu, maka Allah mengalahkan kaum musyrik. Tujuh puluh orang di antara mereka terbunuh, sedangkan tujuh puluh orang lagi tertawan. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bermusyawarah dengan Abu Bakar, Ali dan Umar radhiyallahu 'anhum, lalu Abu Bakar berkata, "Wahai Rasulullah, mereka adalah putera-putera pamanmu, keluarga dan saudara. Menurutku, Engkau ambil saja tebusan dari mereka, sehingga apa yang kita ambil dapat memperkuat kita melawan orang-orang kafir, dan mudah-mudahan Allah memberi mereka hidayah sehingga mereka menjadi penolong kita." Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian berkata, "Apa pendapatmu wahai Ibnul Khaththab, " Aku (Umar) menjawab, "Demi Allah, pendapatku tidak seperti pendapat Abu Bakar. Menurutku, Engkau serahkan fulan yang menjadi kerabat Umar, lalu aku penggal lehernya. Engkau serahkan kepada Ali si 'Uqail, agar Ali memenggal lehernya, dan Engkau serahkan fulan yang menjadi saudara Hamzah kepada Hamzah agar ia memenggal lehernya, agar Allah mengetahui bahwa tidak ada lagi dalam hati kita sikap lembut kepada kaum musyrik. Mereka adalah pahlawan, tokoh dan pemimpin mereka (kaum musyrik)." Nampaknya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lebih suka pendapat Abu Bakar radhiyallahu 'anhu dan tidak suka pendapatku, maka Beliau mengambil tebusan dari mereka. Pada esok harinya, Umar berkata, "Aku pergi mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ternyata Beliau sedang duduk, demikian pula Abu Bakar radhiyallahu 'anhu, dan ternyata keduanya menangis. Aku pun berkata, "Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepadaku apa yang membuat Engkau dan kawanmu menangis. Jika aku menemukan sebab menangis, maka aku akan menangis, tetapi jika aku tidak temukan, maka aku akan memaksakan diri menangis karena engkau berdua menangis." Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Orang yang menawarkan tebusan kepada tawananmu, sesungguhnya telah menawarkan untuk diazab yang lebih dekat dari pohon ini kepada pehon terdekatnya." Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat,"Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. …sampai ayat, "Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena apa yang kamu ambil." (Terj. Al Anfaal: 67-68) Yakni berupa tebusan. Setelah itu, Allah menghalalkan ghanimah kepada mereka. Di tahun depan, yaitu pada peperangan Uhud, mereka mendapat hukuman karena perbuatannya pada peperangan Badar, yaitu karena mengambil tebusan. Oleh karena itu, tujuh puluh di antara mereka terbunuh, dan para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melarikan diri dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, sedangkan gigi Beliau pecah, demikian pula penutup kepala Beliau, serta mengalir darah pada wajah Beliau, maka Allah menurunkan ayat, "Dan mengapa kamu (heran) ketika ditimpa musibah (kekalahan pada Perang Uhud), padahal kamu telah menimpakan musibah dua kali lipat " Yakni dengan mengambil pula tebusan. (Hadits ini para perawinya adalah para perawi kitab shahih, Ibnu Katsir dan As Suyuthi menyandarkannya kepada Ibnu Abi Hatim, namun menyebutkan secara secara ringkas.")
[2] Dengan terbunuhnya 70 orang di kalangan kamu.
[3] Dengan membunuh 70 orang dan menawan 70 orang dari kalangan mereka. Di samping itu, orang-orang yang terbunuh dari kalangan tempatnya di surga, sedangkan orang-orang yang terbunuh dari kalangan mereka tempatnya di neraka.
[4] Oleh karena itu, jauhilah bersangka buruk kepada Allah, karena Dia sesungguhnya mampu menolong kamu, akan tetapi Dia memiliki hikmah mengapa menguji kamu dan menimpakan musibah.
[5] Berupa kekalahan dan terbunuh.
[6] Yakni pada Perang Uhud.
[7] Taqdir jika berjalan, maka tidak ada yang dapat menolaknya, sikap yang harus dilakukan adalah tunduk dan menerima. Apalagi, Allah tidaklah menaqdirkan sesuatu kecuali karena hikmah dan faedah yang besar. Di antara hikmahnya adalah dengan ketetapan itu, nampak jelaslah siapa orang mukmin dan siapa orang munafik.
[8] Ketika mereka pulang tidak jadi berperang. Mereka ini adalah kaum munafik yang dipimpin Abdullah bin Ubay.
[9] Yakni jagalah kampung halamanmu. Dari perkataan ini muncul kaidah, "
ارتكاب اخف المفسدتين لدفع أعلاهما وفعل أدنى المصلحتين للعجز عن أعلاهما
"Mengerjakan mafsadat yang paling ringan untuk menolak mafsadat yang lebih besar dan melakukan maslahat ringan karena tidak sanggup mengambil maslahat besar."
Hal itu, karena kaum munafik diajak berperang, namun mereka menolaknya, maka mereka diajak kepada perkara yang ringan, yaitu melindungi keluarga dan kampung halaman.
[10] Ucapan ini ditujukan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya sebagai ejekan, karena mereka memandang bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak tahu taktik berperang, sebab beliau melakukan peperangan ketika jumlah kaum muslimin sedikit. Ucapan ini digunakan untuk mengelakkan celaan yang ditujukan kepada diri orang-orang munafik sendiri.
[11] Karena memperlihatkan sikap membiarkan kaum mukmin, tidak menolong mereka.
[12] Kalau pun mereka mengetahui bagaimana cara berperang, mereka juga tidak akan mengikuti kamu.
[13] Berupa kemunafikan. Oleh karena itu, Allah menampakkannya kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin dan menghukum mereka (kaum munafik) karenanya.
[14] Mereka menggabung antara sikap tidak ikut berperang dengan sikap protes dan mendustakan qadha' Allah dan qadar-Nya. Dari ayat di atas kita mengetahui, bahwa seseorang kadang terdapat perkara kufur dan perkara iman, dan terkadang ia lebih cenderung ke salah satunya.
[15] Para syuhada' Uhud.
[16] Ayat ini turun tentang keadaan para syuhada'. Di dalamnya terdapat keutamaan para syuhada' dan keistimewaan mereka serta karunia dan ihsan Allah yang diberikan kepada mereka. Dalam ayat ini, terdapat hiburan bagi orang-orang yang masih hidup agar tidak bersedih terhadap kawan-kawan mereka yang telah meninggal, dan menyemangatkan mereka untuk berperang di jalan Allah serta siap untuk syahid. Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Ketika saudara kamu tertimpa musibah di perang Uhud, Allah Azza wa Jalla menjadikan ruh mereka dalam tembolok burung hijau yang mendatangi sungai-sungai surga yang memakan buahnya, dan pergi menuju beberapa lampu emas yang berada di bawah naungan 'Arsy. Ketika mereka mendapatkan nikmatnya minuman, makanan dan nikmatnya tempat pulang mereka, mereka berkata, "Seandainya saudara-saudara kita mengetahui apa yang diberikan Allah kepada kita agar mereka tidak benci kepada jihad dan tidak mundur dari peperangan." Allah Azza wa Jalla berfirman, "Aku akan menyampaikan kepada mereka perihal kalian." Maka Allah menurunkan beberapa ayat kepada Rasul-Nya,"Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, sebenarnya mereka itu hidup." Hakim meriwayatkan dari Ibnu Abbas, "Bahwa ayat di atas turun berkenaan dengan Hamzah dan kawan-kawannya." Hakim berkata, "Shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim, namun keduanya tidak menyebutkan, dan didiamkan oleh Adz Dzahabi."
Thabari meriwayatkan dari Anas bin Malik tentang para sahabat yang dikirim Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ke penduduk Bi'ruma'unah (sumur Ma'unah), ia berkata, "Saya tidak mengetahui apakah jumlah mereka 40 atau 70 orang. Di dekat sumur tersebut ada 'Amir bin Thufail Al Ja'fariy, maka datanglah beberapa orang sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ke gua yang mengarah kepada sumur tersebut, lalu mereka duduk di sana dan sebagian mereka bertanya kepada yang lain, "Siapakah di antara kamu yang mau menyampaikan risalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada penduduk sumur ini?" Di antara mereka ada yang mengusulkan, "Menurut saya adalah Abu Milhaan Al Anshaariy." (Ia berkata), "Saya akan menyampaikan risalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam." Maka Abu Milhan keluar dan mendatangi salah satu suku mereka lalu mendekati rumah-rumah mereka dan berkata, "Wahai penduduk Bi'ruma'unah! Sesungguhnya aku adalah utusan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya, maka berimanlah kepada Allah dan Rasul-Nya." Lalu keluarlah seorang laki-laki dari pinggir rumah dengan membawa tombaknya, kemudian ia tusukkan tombak itu ke pinggir badannya hingga menembus ke pinggirnya lagi. Ia (Abu Milhan) berkata, "Allahu akbar! Aku beruntung, demi Tuhan pemilik ka'bah." Maka penduduk Bi'ruma'unah mengikuti jejaknya sehingga bertemu dengan para sahabat Abu Milhan, lalu 'Amir bin Thufail membunuh mereka semua. Ishaq (perawi hadits ini) berkata, "Telah menceritakan kepadaku Anas bin Malik, bahwa Allah Ta'ala menurunkan Al Qur'an berkenaaan dengan mereka yang diangkat setelah kami baca beberapa waktu, dan Allah menurunkan ayat, "Wa laa tahsabannalladziina qutiluu fii sabilillahi amwaataa bal ahyaaa'un 'inda rabbihim yurzaquun." (Hadits ini disebutkan Ibnu Jarir dalam At Tarikh juz 3 hal. 36, dalam hadits tersebut diterangkan bahwa sebab turunnya ayat tersebut adalah berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh di Bi'ruma'unah.) Imam Syaukani berkata, "Bagaimana pun keadaannya, ayat tersebut berdasarkan keumumannya mengena kepada setiap orang yang mati syahid."
[17] Dengan maksud meninggikan kalimatullah.
[18] Yakni janganlah ada anggapan dalam hatimu bahwa mereka itu mati, hilang kenikmatan hidup di dunia, bahkan mereka mendapatkan kenikmatan yang lebih besar lagi daripada kenikmatan hidup di dunia.
[19] Yaitu hidup dalam alam yang lain yang bukan alam kita ini, di mana mereka mendapat kenikmatan-kenikmatan di sisi Allah, dan hanya Allah sajalah yang mengetahui bagaimana keadaan hidup itu. Di dalam hadits disebutkan bahwa ruh para syuhada berada dalam tembolok burung hijau yang berterbangan di surga sesuai yang mereka inginkan dan memakan buah-buahan surga.
[20] Dalam kata-kata "di sisi Tuhannya" menunjukkan tingginya derajat mereka dan dekatnya mereka dengan Allah.
[21] Mereka memperoleh kenikmatan yang sempurna, baik bagi badan mereka berupa rezeki, maupun bagi hati dan ruh mereka berupa kegembiraan.
[22] Maksudnya ialah kawan-kawannya yang masih hidup dan tetap berjihad di jalan Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Kawan-kawan mereka akan memperoleh seperti yang mereka peroleh.
[23] Yakni pahala.
[24] Tambahan terhadap pahala.
[25] Bahkan akan memberinya pahala dan menambahnya. Dalam ayat ini terdapat penetapan adanya nikmat di alam barzakh, dan bahwa para syuhada berada di tempat yang sangat tinggi di sisi Tuhan mereka, di sana ruh-ruh orang-orang yang berbuat kebaikan saling bertemu, saling menziarahi dan menyampaikan berita gembira.
[26] Yaitu surga.
[27] Maksudnya: orang-orang Quraisy.
[28] Ayat 172, 173, dan 174, di atas membicarakan tentang Peristiwa perang Badar Shughra (Badar kecil) yang terjadi setahun setelah Perang Uhud. Sewaktu meninggalkan perang Uhud itu, Abu Sufyan pemimpin orang Quraisy menantang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya bahwa dia bersedia bertemu kembali dengan kaum muslimin pada tahun berikutnya di Badar. Tetapi karena tahun itu (4 H) musim paceklik dan Abu Sufyan sendiri merasa takut, maka dia beserta tentaranya tidak jadi meneruskan perjalanan ke Badar, lalu dia menyuruh Nu'aim bin Mas'ud dan kawan-kawan pergi ke Madinah untuk menakut-nakuti kaum muslimin dengan menyebarkan kabar bohong, seperti yang disebutkan dalam ayat 173. Namun demikian, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam beserta para sahabat tetap maju ke Badar. Oleh karena tidak terjadi perang, dan pada waktu itu di Badar sedang musim pasar, maka kaum muslimin melakukan perdagangan dan memperoleh laba yang besar. Keuntungan ini mereka bawa pulang ke Madinah seperti yang disebutkan pada ayat 174.
[29] Dalam ayat ini terdapat perintah untuk takut hanya kepada-Nya saja dan bahwa hal itu termasuk konsekwensi keimanan. Takutnya seorang hamba kepada Allah sejauh mana keimanannya dan takut yang terpuji adalah takut yang menghalangi hamba dari berbuat maksiat kepada Allah Azza wa Jalla.

Tafsir Ali Imran Ayat 159-164


Ayat 159-164: Beberapa ayat ini menerangkan tentang hakikat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, kepemimpinannya yang bijaksana, sayangnya, akhlaknya dan jasanya shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap umatnya
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ      (١٥٩) إِنْ يَنْصُرْكُمُ اللَّهُ فَلا غَالِبَ لَكُمْ وَإِنْ يَخْذُلْكُمْ فَمَنْ ذَا الَّذِي يَنْصُرُكُمْ مِنْ بَعْدِهِ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ (١٦٠) وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَغُلَّ وَمَنْ يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لا يُظْلَمُونَ  (١٦١) أَفَمَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَ اللَّهِ كَمَنْ بَاءَ بِسَخَطٍ مِنَ اللَّهِ وَمَأْوَاهُ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ (١٦٢) هُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ اللَّهِ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ (١٦٣) لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولا مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ (١٦٤
Terjemah Surat Ali Imran Ayat 159-164
159. Maka berkat rahmat dari Allah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu[1]. Karena itu maafkanlah mereka[2], mohonkanlah ampunan bagi mereka[3], dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu[4]. Kemudian, apabila kamu telah membulatkan tekad[5], maka bertawakkallah kepada Allah[6]. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal.

160. Jika Allah menolong kamu[7], maka tidak ada yang dapat mengalahkanmu[8], tetapi jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan)[9], maka siapa yang dapat menolongmu setelah itu?[10] Karena itu, hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal.
161.[11] Tidak mungkin seorang Nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang)[12]. Barang siapa berkhianat, niscaya pada hari Kiamat dia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu[13]. Kemudian setiap orang akan diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang dilakukannya[14], dan mereka tidak dizalimi[15].
162. Maka apakah orang yang mengikuti keridaan Allah[16] sama dengan orang yang kembali membawa kemurkaan dari Allah[17] dan tempatnya di neraka Jahannam?[18] Itulah seburuk-buruk tempat kembali.
163. (Kedudukan) mereka itu bertingkat-tingkat di sisi Allah[19], dan Allah Maha melihat apa yang mereka kerjakan.
164. Sungguh, Allah telah memberi karunia[20] kepada orang-orang beriman ketika Allah mengutus seorang Rasul (Muhammad) di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri[21], yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka[22], dan mengajarkan kepada mereka Kitab (Al Qur'an) dan Hikmah (As Sunnah)[23]. Sesungguhnya sebelum itu, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata[24].

[1] Berdasarkan ayat ini, maka di antara sarana dakwah yang ampuh, yang dapat menarik manusia ke dalam agama Allah adalah akhlak mulia, di samping adanya pujian dan pahala yang istimewa bagi pelakunya.
[2] Karena tidak sempurna memenuhi hak Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam.
[3] Hal ini merupakan sikap ihsan. Oleh karena itu, Beliau menggabung antara sikap memaafkan dan sikap ihsan.
[4] Maksudnya: dalam urusan yang butuh adanya musyawarah, pemikiran yang matang dan pandangan yang tajam. Misalnya dalam urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lain. Musyawarah memiliki banyak faedah dan maslahat duniawi maupun agama, antara lain:
- Musyawarah termasuk ibadah yang mendekatkan diri seseorang kepada Allah.
- Di dalamnya terdapat sikap menghargai pendapat orang lain, sehingga mereka menjadi senang kepada kita.
- Dapat menyatukan visi dan misi.
- Menerangi akal-fikiran.
- Menutupi kekurangan yang ada pada orang lain.
- Membuahkan keputusan yang bijak, tepat dan benar. Hal itu, karena hampir tidak ditemukan ada keputusan yang salah dalam musyawarah.
[5] Setelah bermusyawarah.
[6] Bersandarlah dengan kemampuan dan kekuatan Allah; tidak mengandalkan kemampuan kamu.
[7] Ketika menghadapi musuhmu, seperti dalam Perang Badar.
[8] Meskipun semua musuh berkumpul dengan jumlah yang besar lengkap dengan persenjataan.
[9] Menyerahkan kamu kepada dirimu sendiri.
[10] Yakni tidak ada lagi penolong bagimu. Dalam ayat ini terdapat perintah meminta pertolongan kepada Allah, bersandar kepada-Nya dan berlepas diri dari kekuatan dan kemampuan dirinya.
[11] Al Bazzar meriwayatkan dari Ibnu Abbas, tentang ayat di atas, ia berkata, "Tidak pantas bagi para sahabat menuduh Beliau begitu (yakni berbuat ghulul)." (Hadits ini dalam sanadnya Harun bin Musa Al Azdiy seorang ahli qira'at, ia ditsiqahkan oleh Ibnu Ma'in dan lainnya sebagaimana dalam Tahdzibuttahdzib).
[12] Karena khianat dalam urusan harta rampasan perang adalah haram, bahkan termasuk dosa besar. Tidak mungkinnya seorang nabi berbuat itu adalah karena Allah Subhaanahu wa Ta'aala telah menjaga para nabi-Nya dari segala cacat yang menodai kepribadiannya, menjadikan mereka manusia yang paling utama akhlaknya, paling bersih jiwanya. Oleh karenanya, Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengangkatnya sebagai rasul-Nya.
[13] Di atas punggungnya.
[14] Baik orang yang berkhianat maupun lainnya akan diberi pahala atau dosa sesuai amal yang dikerjakannya.
[15] Keburukannya tidak ditambah dan kebaikannya tidak dikurangi.
[16] Orang yang niatnya mencari keridaan Allah dan mengerjakan amalan yang mendatangkan keridaan-Nya.
[17] Karena maksiat dan berkhianat.
[18] Tentu tidak sama baik menurut hukum Allah, hikmah (kebijaksanaan) Allah maupun fitrah yang ada dalam diri manusia.
[19] Sesuai amal yang mereka kerjakan. Orang yang mencari keridaan Allah berusaha menggapai derajat dan kedudukan yang tinggi, sehingga Allah memberikannya kepada mereka karena karunia dan kepemurahan-Nya sesuai amal yang mereka kerjakan. Adapun orang-orang yang mengerjakan amalan yang mendatangkan kemurkaan Allah, maka sesungguhnya mereka berlomba-lomba untuk turun ke bawah sampai ke bagian yang paling bawah sesuai amalnya.
[20] Karunia ini merupakan karunia yang paling besar, bahkan asasnya. Karunia ini merupakan karunia yang menyelamatkan mereka dari kesesatan dan dari jurang kebinasaan (neraka).
[21] Yakni orang Arab seperti mereka agar mereka dapat memahami perkataannya, bukan dari kalangan malaikat dan bukan pula orang asing (non Arab). Mereka mengenali nasab Beliau, keadaannya, bahasanya dan sifatnya yang tulus dan sayang kepada mereka, ia membacakan ayat-ayat Allah, mengajarkan lafaz dan maknanya.
[22] Dari dosa-dosa seperti dosa syirk, maksiat, perbuatan-perbuatan rendah dan semua akhlak buruk lainnya..
[23] Adapula yang mengartikan hikmah dengan menempatkan sesuatu pada tempatnya dan mengetahui rahasia syari'at.
[24] Mereka tidak mengetahui jalan yang dapat mengantarkan mereka kepada Tuhan mereka serta tidak mengetahui sesuatu yang dapat membersihkan jiwa dan menyucikannya.

Tafsir Ali Imran Ayat 152-158


Ayat 152-155: Menerangkan tentang hal yang menimpa kaum muslimin dalam perang Uhud, sebab-sebab kekalahan umat Islam dalam perang Uhud, dan menerangkan bahwa kesusahan dapat membersihkan hati

وَلَقَدْ صَدَقَكُمُ اللَّهُ وَعْدَهُ إِذْ تَحُسُّونَهُمْ بِإِذْنِهِ حَتَّى إِذَا فَشِلْتُمْ وَتَنَازَعْتُمْ فِي الأمْرِ وَعَصَيْتُمْ مِنْ بَعْدِ مَا أَرَاكُمْ مَا تُحِبُّونَ مِنْكُمْ مَنْ يُرِيدُ الدُّنْيَا وَمِنْكُمْ مَنْ يُرِيدُ الآخِرَةَ ثُمَّ صَرَفَكُمْ عَنْهُمْ لِيَبْتَلِيَكُمْ وَلَقَدْ عَفَا عَنْكُمْ وَاللَّهُ ذُو فَضْلٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ (١٥٢) إِذْ تُصْعِدُونَ وَلا تَلْوُونَ عَلَى أَحَدٍ وَالرَّسُولُ يَدْعُوكُمْ فِي أُخْرَاكُمْ فَأَثَابَكُمْ غَمًّا بِغَمٍّ لِكَيْلا تَحْزَنُوا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلا مَا أَصَابَكُمْ وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (١٥٣) ثُمَّ أَنْزَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ بَعْدِ الْغَمِّ أَمَنَةً نُعَاسًا يَغْشَى طَائِفَةً مِنْكُمْ وَطَائِفَةٌ قَدْ أَهَمَّتْهُمْ أَنْفُسُهُمْ يَظُنُّونَ بِاللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ ظَنَّ الْجَاهِلِيَّةِ يَقُولُونَ هَلْ لَنَا مِنَ الأمْرِ مِنْ شَيْءٍ قُلْ إِنَّ الأمْرَ كُلَّهُ لِلَّهِ يُخْفُونَ فِي أَنْفُسِهِمْ مَا لا يُبْدُونَ لَكَ يَقُولُونَ لَوْ كَانَ لَنَا مِنَ الأمْرِ شَيْءٌ مَا قُتِلْنَا هَا هُنَا قُلْ لَوْ كُنْتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ لَبَرَزَ الَّذِينَ كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقَتْلُ إِلَى مَضَاجِعِهِمْ وَلِيَبْتَلِيَ اللَّهُ مَا فِي صُدُورِكُمْ وَلِيُمَحِّصَ مَا فِي قُلُوبِكُمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ (١٥٤) إِنَّ الَّذِينَ تَوَلَّوْا مِنْكُمْ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ إِنَّمَا اسْتَزَلَّهُمُ الشَّيْطَانُ بِبَعْضِ مَا كَسَبُوا وَلَقَدْ عَفَا اللَّهُ عَنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ (١٥٥
Terjemah Surat Ali Imran Ayat 152-155
152. Dan sesungguhnya Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya sampai pada saat kamu lemah[1] dan berselisih dalam urusan itu[2] dan mengabaikan perintah Rasul[3] setelah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai[4]. Di antara kamu ada orang yang menghendaki dunia[5] dan diantara kamu ada pula orang yang menghendaki akhirat[6]. Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka[7] untuk mengujimu, tetapi Dia benar-benar telah memaafkan kamu. Dan Allah mempunyai karunia (yang diberikan) kepada orang orang mukmin[8].

153. (Ingatlah) ketika kamu lari dan tidak menoleh kepada siapa pun, sedang Rasul yang berada di antara kawan-kawanmu yang lain memanggil kamu[9], karena itu Allah menimpakan kepadamu kesedihan demi kesedihan[10], agar kamu tidak bersedih hati[11] lagi terhadap apa yang luput dari kamu[12] dan terhadap apa yang menimpamu[13]. Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
154.[14] Kemudian setelah kamu ditimpa kesedihan, Allah menurunkan rasa aman kepadamu (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari kamu[15], sedangkan segolongan lagi[16] telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri; mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliyah[17]. Mereka berkata, "Apakah ada bagi kita hak campur tangan dalam urusan ini?" Katakanlah, "Sesungguhnya segala urusan[18] itu di tangan Allah". Mereka menyembunyikan dalam hatinya apa yang tidak mereka terangkan kepadamu. Mereka berkata, "Sekiranya ada hak campur tangan bagi kita dalam urusan ini[19], niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) di sini". Katakanlah (Muhammad): "Meskipun kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh[20]." Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu[21] dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu[22]. Allah Maha mengetahui isi hati[23].
155. Sesungguhnya orang-orang yang berpaling di antara kamu[24] ketika terjadi pertemuan (pertempuran) antara dua pasukan itu[25], sesungguhnya mereka digelincirkan oleh setan[26], disebabkan sebagian kesalahan (dosa) yang telah mereka perbuat (pada masa lampau)[27], tetapi Allah benar-benar telah memaafkan mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun[28] lagi Maha Penyantun[29].
Ayat 156-158: Menanamkan jiwa berkorban dan berjihad, larangan menyerupai orang-orang munafik, menerima syubhat mereka, dan bantahan terhadap syubhat mereka
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَكُونُوا كَالَّذِينَ كَفَرُوا وَقَالُوا لإخْوَانِهِمْ إِذَا ضَرَبُوا فِي الأرْضِ أَوْ كَانُوا غُزًّى لَوْ كَانُوا عِنْدَنَا مَا مَاتُوا وَمَا قُتِلُوا لِيَجْعَلَ اللَّهُ ذَلِكَ حَسْرَةً فِي قُلُوبِهِمْ وَاللَّهُ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ        (١٥٦) وَلَئِنْ قُتِلْتُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَوْ مُتُّمْ لَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرَحْمَةٌ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ     (١٥٧) وَلَئِنْ مُتُّمْ أَوْ قُتِلْتُمْ لإلَى اللَّهِ تُحْشَرُونَ    (١٥٨)
Terjemah Surat Ali Imran Ayat 156-158
156. Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu seperti orang-orang kafir[30] (orang-orang munafik) yang mengatakan kepada saudara-saudaranya apabila mereka mengadakan perjalanan di bumi[31] atau mereka berperang[32], "Sekiranya mereka tetap bersama kita, tentulah mereka tidak mati dan tidak terbunuh." Dengan (perkataan dan keyakinan) yang demikian itu, Allah menimbulkan rasa penyesalan yang dalam di dalam hati mereka[33]. Allah yang menghidupkan dan mematikan[34]. Allah melihat apa yang kamu kerjakan.
157.[35] Dan sungguh, sekiranya kamu gugur di jalan Allah atau meninggal[36], tentulah ampunan Allah dan rahmat-Nya lebih baik (bagimu) dari apa yang mereka kumpulkan[37].
158. Dan sungguh, sekiranya kamu meninggal atau gugur, tentu kepada Allah saja kamu dikumpulkan.

[1] Takut untuk berperang.
[2] Yakni urusan pelaksanaan perintah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam agar regu pemanah tetap bertahan pada tempat yang telah ditunjukkan oleh beliau dalam keadaan bagaimanapun.
[3] Agar tetap berada di tempat yang ditetapkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
[4] Yaitu kemenangan dan harta rampasan.
[5] Meninggalkan posisinya dan lebih mengutamakan ghanimah.
[6] Tetap di tempat, seperti Abdullah bin Jubair dan kawan-kawannya.
[7] Kaum muslimin tidak berhasil mengalahkan mereka.
[8] Yaitu dengan memberikan nikmat beragama Islam kepada mereka, menunjukkan mereka kepada syari'at-Nya, memaafkan kesalahan mereka dan memberi pahala terhadap musibah yang menimpa mereka.
[9] Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersama beberapa orang sahabat berada dekat dengan musuh dan memanggil para sahabat yang lari, "Kemarilah wahai hamba-hamba Allah!".
[10] Kesedihan kaum muslimin disebabkan mereka tidak menaati perintah Rasul yang mengakibatkan kekalahan bagi mereka. Kesedihan tersebut adalah tidak memperoleh kemenangan, tidak memperoleh ghanimah, mengalami kekalahan dan kesedihan mendengar suara bahwa Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam mati terbunuh, padahal tidak.
[11] Allah menjadikan semua itu baik bagi mereka. Firman-Nya " agar kamu tidak bersedih hati lagi terhadap apa yang luput dari kamu dan terhadap apa yang menimpamu" bisa juga maksudnya agar kalian terlatih untuk bersabar dan segala beban dan kesulitan menjadi ringan.
[12] Seperti harta rampasan perang.
[13] Seperti terbunuh dan mengalami kekalahan.
[14] Imam Tirmidzi meriwayatkan dari Anas bin Abi Thalhah ia berkata: Aku berusaha mengangkat kepalaku (setelah selesai perang) pada peperangan Uhud, maka aku melihat tidak ada seorang pun ketika itu kecuali terkulai lemas di bawah perisainya karena ngantuk. Itulah maksud firman Allah, ta'ala, "Tsumma anzala 'alakum mim ba'dil ghammi amanatan nu'aasaa." (Hadits ini hasan shahih)
Ibnu Rahawaih meriwayatkan dari Zubair, ia berkata, "Sungguh, kamu melihat aku bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada peperangan Uhud ketika kami merasakan ketakutan yang sangat, maka Allah membuat kami tertidur. Ketika itu, tidak ada seorang pun di antara kami kecuali dagunya menempel ke dadanya. Demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar pendengar ucapan Mu'tab bin Qusyair seperti mimpi, "Sekiranya ada hak campur tangan bagi kita dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) di sini," dan aku mengingatnya, kemudian Allah Tabaaraka wa Ta'aala menurunkan ayat tentang itu, "Tsumma anzala 'alaikum mim ba'dil ghammi amanatan nu'aasaa…sampai firman Allah, "Maa qutilnaa haahunaa." Terhadap kata-kata Mu'tab bin Qusyair. Allah berfirman, "Law quntum fii buyuutikum… sampai ayat, 'Aliimum bidzaatish shuduur." Habiburrahman Al A'zhamiy berkata, "Al Buwshiri mendiamkan, namun isnadnya jayyid."
[15] Orang-orang Islam yang kuat keyakinannya. Mereka adalah kaum mukmin, di mana tidak ada yang mereka inginkan selain tegaknya agama Allah, mencari ridha Allah serta dapat memberikan sesuatu yang bermaslahat bagi saudara mereka kaum muslimin.
[16] Orang-orang Islam yang masih ragu-ragu. Ada pula yang mengatakan bahwa mereka ini adalah orang-orang munafik.
[17] Sangkaan bahwa kalau Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam itu benar-benar Nabi dan Rasul Allah, tentu dia tidak akan dikalahkan dalam peperangan. Atau sangkaan bawa Allah tidak menyempurnakan agama-Nya dan bahwa kekalahan itu merupakan kesempatan terakhir bagi agama-Nya.
[18] Mencakup urusan taqdir dan urusan syari'at-Nya. Semuanya mengikuti qadha' Allah dan qadar-Nya, dan bahwa kesudahan yang baik akan diperoleh wali-wali-Nya meskipun terkadang mereka mengalami kekalahan.
[19] Yakni diberikan kesempatan berpendapat dan memberikan usulan. Hal ini merupakan penolakan mereka terhadap qadar Allah, menganggap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya kurang pintar dan menganggap diri mereka lebih pandai.
[20] Oleh karena itu, semua sebab meskipun telah diusahakan, maka hanyalah bermanfaat jika tidak berbenturan dengan qadar Allah. Jika berbenturan, maka tidak akan bermanfaat, bahkan yang berlaku hanyalah ketetapan Allah dalam Al Lauhul Mahfuzh.
[21] Menguji apakah ada nifak atau lebih dominan keimanan atau bahkan imannya lemah.
[22] Berupa bisikan dari setan dan sifat-sifat tercela yang timbul daripadanya.
[23] Oleh karena itu, ujian yang dilakukan-Nya untuk memperlihatkan secara jelas apa yang disembunyikan dalam hatinya. Ilmu dan hikmah (kebijaksanaan)-Nya menghendaki untuk mengadakan sebab yang dapat menampakkan.apa yang disembunyikan dalam hati.
[24] Dari peperangan.
[25] Dua pasukan itu ialah pasukan kaum muslimin dan pasukan kaum musyrikin dalam perang Uhud.
[26] Dengan bisikannya.
[27] Yakni sikap-sikap menyelisihi perintah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Karena sebab inilah setan berhasil menguasai mereka. Kalau sekiranya mereka menaati Allah dan rasul-Nya, tentu setan tidak akan dapat menguasai hati mereka. Allah berfirman,
"Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikut kamu, yaitu orang-orang yang sesat. (Terj. Al Hijr: 42)
[28] Dengan memberikan taufiq kepada mereka untuk beristighfar dan bertobat, serta dengan musibah-musibah yang menghapuskan dosa.
[29] Dia tidak segera menghukum para pelaku maksiat, bahkan menundanya dan mengajak untuk kembali kepada-Nya. Jika ia mau bertobat dan kembali, maka Dia menerimanya dan menjadikannya seolah-olah tidak pernah berbuat dosa, maka segala puji bagi Allah atas ihsan-Nya.
[30] Yang tidak beriman kepada qadha' dan qadar-Nya.
[31] Lalu meninggal.
[32] Lalu terbunuh.
[33] Sehingga bertambahlah musibah mereka. Adapun orang-orang mukmin, mereka mengetahui bahwa hal itu terjadi dengan taqdir Allah, sehingga Allah memberikan hidayah dan meneguhkan hati mereka serta meringankan musibah tersebut.
[34] Oleh karena itu, diam di tempat tidaklah dapat menolak kematian.
[35] Dalam ayat ini dan ayat setelahnya, Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitakan bahwa terbunuh dalam jihad atau di jalan Allah lainnya bukanlah merupakan kekurangan dan sesuatu yang ditakuti, karena hal itu menjadi sebab yang menyampaikan seseorang kepada ampunan Allah dan rahmat-Nya, dan yang demikian lebih baik dari harta yang dikejar-kejar dan dikumpulkan oleh manusia pada umumnya. Demikian juga bahwa manusia apabila mereka mati atau terbunuh, maka ia akan dikembalikan kepada Allah bagaimana pun keadaannya, lalu Dia akan memberikan balasan kepada mereka. Oleh karena itu, tidak ada jalan keluar selain kepada Allah, dan tidak ada perlindungan bagi makhluk kecuali perlindungan Allah Azza wa Jalla.
[36] Maksudnya: meninggal di jalan Allah bukan karena peperangan.
[37] Yakni harta dunia.